Siapa yang harus ku kasihani?

Maka bermunajatlah dia dibalik panji keangkuhan
Mengemis belas namun melempar dendam
Dadihnya yang mendidih oleh murka tak bermuka
Dewa mana yang kan mengenalinya?
Sementara malaikat itu begitu bodoh membopongnya kian kemari.
Tak peduli bahwa nanah sang dewi telah menjelma menjadi peluhnya
Dia bahkan terus saja berlaku seolah tak tahu, atau mungkin memang tak ingin tahu ketika sang dewi menikam lehernya selagi menggantungkan nyawanya pada kesabarannya
Malaikat itu bersumpah akan terus berjalan sampai pada tempat dimana langit dan laut beradu, meski itu berarti dia harus menyerahkan nyawanya.
Aku pikir dia akan menyerah ketika dia membaringkan sang dewi di perbatasan tanah asing itu
Ternyata aku salah, dia simpulkan masing-masing satu kalimat doa pada setiap ranting pengharapan disana, lalu mulailah dia menyayat tubuhnya sendiri.
Dia ingin sewujud dengan sang dewi, tak kan sia-sia peluh nanah ini, pikirnya.
Sekarang mereka sedang menikmati masing-masing kebodohannya, sebelum datang mereka kepada kehidupan kedua.

Oh.. Siapa yang harus ku kasihani?
Dewi yang munafik atau malaikat naif itu?